Penerapan
Ketentuan Kepailitan pada Bank yang Bermasalah
Ari
Purwadi
Fakultas Hukum Universitas Wijaya Kusuma Surabaya
e-mail: aripurwadi.fhuwks@yahoo.co.id
Analisa
Dalam jurnal
“Penerapan Ketentuan Kepailitan pada Bsnk yang Bermasalah” saya menemukan
beberapa poin dari materi yang diberikan. Poin-poin tersebut adalah:
1.
Pengetian pailit
Menurut jurnal :
Kepailitan adalah keadaan hukum yang ditetapkan oleh
pengadilan niaga dimana seorang debitor tidak (tidak mampu ataupun tidak mau)
membayar paling sedikit satu utangnya
yang telah jatuh datang berada dalam status sita umum yang dilakukan pengurusan
dan pemberesannya oleh seorang atau lebih Kurator yang berada di bawah
pengawasan Hakim Pengawas yang diangkat bersama dengan Kurator oleh pengadilan
niaga.
Menurut Ahli :
Abdul R. Saliman dkk. menyatakan bahwa “Pailit adalah
suatu usaha bersama untuk mendapat pembayaran bagi semua kreditor secara adil
dan tertib, agar semua kreditor mendapat pembayaran menurut imbangan besar
kecilnya piutang masing-masing dengan tidak berebutan” (Abdul R. Saliman,
Hermansyah, dan Ahmad Jalis, 2007:141).
2. Pihak-pihak yang dapat mengajukan pailit
Menurut
jurnal :
Pihak yang dapat mengajukan permohonan pernyataan
pailit selain debitur sendiri juga dapat diajukan oleh seorang kreditur atau
lebih, atau oleh jaksa atas dasar kepentingan umum. Khusus dalam hal kepailitan
bank, maka yang dapat melakukan permohonan pailit hanya dapat diajukan oleh
Bank Indonesia sebagaimana diatur dalam Pasal 2 Undang Undang Nomor 37 Tahun
2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (untuk selanjutnya
ditulis UU Kepailitan Tahun 2004). Ketentuan tersebut merupakan suatu langkah
untuk mensinkronkan dengan ketentuan yang berlaku di bidang perbankan, dengan
mengingat karakteristik lembaga perbankan yang terutama bergerak sangat terkait
sekali dengan dana masyarakat. Pasal 2 ayat (3) UU Kepailitan Tahun 2004 hanya
Bank Indonesia yang dapat mengajukan permohonan pernyataan pailit apabila
Debitornya adalah bank.
Menurut Ahli :
Salah satu
pihak yang terlibat dalam perkara kepailitan adalah pihak pemohon pailit, yakni
pihak yang mengambil inisiatif untuk mengajukan permohonan pailit ke
pengadilan, yang dalam perkara biasa disebut sebagai pihak penggugat (Munir
Fuady, 2002:35). Menurut Undang-undang No. 37 Tahun 2004 tentang kepailitan dan
kewajiban membayar hutang pada Pasal 2 menyebutkan bahwa yang dapat menjadi
pemohon dalam suatu perkara pailit adalah salah satu dari pihak berikut:
a. Pihak Debitur itu sendiri;
b. Salah satu atau lebih dari pihak
kreditur;
c. Pihak kejaksaan jika menyangkut
dengan kepentingan umum;
d. Pihak Bank Indonesia jika debiturnya
adalah suatu bank;
e.
Pihak Badan
Pengawas Pasar Modal jika debiturnya adalah suatu perusahaan efek yaitu pihak
yang melakukan kegiatannya sebagai penjamin emisi efek, perantara pedagang
efek, dan/ atau manajer investasi, sebagaimana yang dimaksudkan dalam
perundang-undangan di bidang pasar modal.
f.
Pihak
Menteri Keuangan jika debitur adalah Perusahaan Asuransi, reasuransi, Dana
Pensiun atau BUMN yang bergerak di bidang kepentingan umum.
3. Keputusan Pailit dan Akibat Hukumnya
Menurut
Jurnal :
Mengenai
keuntungan hukum keputusan kepailitian bagi bank:
Pertama bagi nasabah, para kreditor atau masyarakat
umum antara lain: mengurangi praktek-praktek curang yang dilakukan oleh bank;
mengurangi munculnya bank-bank baru yang hanya berorientasi mengumpulkan keuntungan
tanpa memperhatikan hak orang lain atau peraturan perundang-undangan yang
berlaku;
Kedua, bagi bank antara lain: masih memiliki kesempatan
untuk meneruskan usahanya; menjaga nama baik (pemilik, pengurus dan pihak
ketiga yang secara langsung maupun tidak langsung terlibat dalam usaha yang
bersangkutan); menumbuhkan atau memperkuat kepercayaan masyarakat kepada dunia
perbankan;
Ketiga, bagi pemerintah, antara lain: melalui Bank Indonesia
dapat menimbulkan kepercayaan akan peran dan fungsi Bank Indonesia; sebagai
sarana penegakan hukum; melindungi masyarakat dari permainan curang lembaga
perbankan.
Adapun kerugian yang nampak antara lain: hilang atau
kurangnya kepercayaan masyarakat terhadap lembaga perbankan apabila jika
pengelolaan kurang profesional.
Menurut ahli:
Menurut
Sutan Remy Sjahdeini, secara umum akibat pernyataan pailit adalah sebagai
berikut :
a) Kekayaan
debitor pailit yang masuk ke dalam harta pailit merupakan sitaan umum atas
harta pihak yang dinyatakan pailit.
b)
Kepailitan semata-mata hanya mengenai harta pailit dan tidak mengenai diri pribadi
debitor pailit.
c) Debitor
pailit demi hukum kehilangan hak untuk mengururs dan menguasai kekayaannya yang
termasuk harta pailit sejak hari putusan pailit diusapkan.
d) Segala
perikatan debitor yang timbul sesudah putusan pailit diucapkan tidak dapat
dibayar dari harta pailit kecuali jika menguntungkan harta pailit.
e) Harta
pailit diurus dan dikuasai kurator untuk kepentingan semua kreditor dan
debitor, sedangkan Hakim Pengawas memimpin dan mengawasi pelaksanaan jalannya
kepailitan.
f) Tuntutan
dan gugatan mengenai hak dan kewajiban harta pailit harus diajukan oleh atau
terhadap kurator.
g) Semua
tuntutan atau gugatan yang bertujuan untuk mendapatkan pelunasan suatu
perikatan dari harta pailit, dan dari harta debitor sendiri selama kepailitan
harus diajukan dengan cara melaporkannya untuk dicocokkan.
h) Kreditor
yang dijamin dengan Hak Gadai, Hak Fidusia, Hak Tanggungan, atau hipotek dapat
melaksanakan hak agunannya seolah-olah tidak ada kepailitan.
i) Hak
eksekutif kreditor yang dijamin dengan hak-hak di atas serta pihak ketiga,
untuk dapat menuntut hartanya yang berada dalam penguasaan debitor pailit atau
kurator, ditangguhkan maksimum untuk waktu 90 hari setelah putusan pailit
diucapkan.
4. Pihak-pihak yang terkait dalam pengurusan harta pailit
Menurut
jurnal :
a. Bank Indonesia
b. Pengadilan niaga
c. Kurator
Menurut Ahli :
Menurut Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Kepailitan (UU
No.4/1998), yaitu :
1. Pihak pemohon pailit
2. Hakim Niaga
3. Tim konsultan ahli
4. Balai Peninggalan Harta atau Kurator
5. Pengurus Harta (Bewindvoerder)
6. Panitera dan Hakim Pengawas.
7. Panitia Kreditur
Hasil Analisa
Berdasarkan Undang-Undang
Kepailitan, Bank Indonesia diberikan untuk mengajukan kepailitan ter-
hadap bank bermasalah. Kepailitan
merupakan alternatif penyelamatan atau pemberesan harta pailit bank bermasalah
melalui jalur Pengadilan Niaga jika tindakan-tindakan penyelamatan bank
berdasarkan Undang-Undang Perbankan tidak berhasil menyelamatkan bank
bermasalah. Namun, upaya kepailitan ini belum pernah dimanfaatkan oleh Bank
Indonesia karena selama ini upaya likuidasi bank dianggap lebih pas untuk
digunakan untuk menyelesaikan bank yang bermasalah.