Pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS),
tidak dirasakan langsung industri minuman ringan dalam negeri. Namun kondisi ini memunculkan kekhawatiran pelemahan
rupiah akan berdampak pada berkurangnya konsumsi masyarakat terhadap
minuman ringan siap saji. Hal tersebut disampaikan Ketua Umum Asosiasi industri Minuman Ringan (ASRIM) Triyono Prijosoesil.
"Sampai
saat ini dampaknya belum terasa ke sisi produksi, namun yang jadi
pertimbangan apakah pelemahan rupiah ini nantinya akan berpengaruh
terhadap daya beli masyarakat. Jadi yang ditakutkan industri itu lebih
kepada daya beli," ujarnya. Kemungkinan penurunan daya beli masyarakat ini,
menurut Triyono, terjadi bila pelemahan rupiah berlangsung lama dan
ditambah dengan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun ini tidak
sekuat tahun lalu.
Hal ini menjadi tantangan yang dihadapi
perekonomian nasional karean perilaku konsumen bisa saja berubah untuk
lebih menjaga konsumsinya. "Seperti contoh, bisa saja ada
perubahan pola dari pada membeli minuman diluar, lebih menghemat dengan
membawa minuman sendiri, atau dari pada makan direstoran yang pasti juga
harus beli minum, mereka lebih memilih untuk makan dirumah," tutur dia.
Sedangkan
dari sisi produksi, dia mengatakan, untuk bahan baku industri minuman
ringan nasional secara umum hanya berasal dari dalam negeri. Namun untuk
bahan baku pengemasan ini yang masih mengimpor dari luar negeri.
Meskipun
jumlahnya tidak terlalu besar, pelemahan rupiah seperti sekarang bukan
tidak mungkin juga akan mempengaruhi biaya produksi dan harga jual
minuman ringan. "Masih impor itu seperti PET (polyethylene
terephthalate) dan alumunium untuk kemasan, tetapi jumlahnya tidak
sebesar yang suplai dari luar negeri jadi secara kontribusi ke biaya
produksi tidak terlalu besar. Tetapi kita akan terus awas hal ini,"
tandas Triyono.
Bila pelemahan nilai tukar Rupiah terus dibiarkan, maka pada akhirnya
akan berdampak buruk bagi perekonomian Indonesia. Bahkan, akan terjadi
penurunan daya beli masyarakat, yang nantinya memengaruhi pertumbuhan
ekonomi Indonesia.
Anggota Lembaga Pengkajian, Penelitian, dan
Pengembangan Ekonomi (LP3E) Kadin Indonesia Ina Primiana mengatakan,
pemerintah sedari dini harus bersegera mengeluarkan kebijakan yang
dampaknya dapat terlihat dalam jangka waktu pendek, yakni terkait
melemahnya nilai tukar Rupiah terhadap dolar AS.
Ina berpendapat,
pemicu rupiah melemah sekarang ini dikarenakan meningkatnya kebutuhan
valas akibat ditariknya dana-dana asing di pasar modal, jatuh temponya
pembayaran utang luar nNegeri, baik pemerintah maupun swasta dan adanya
pembelian barang impor.
“Ini seharusnya segera dilakukan
kebijakan yang memang bisa membuat Rupiah kita tidak melemah terus.
Karena akan ada dampak yang terjadi bila pelemahan Rupiah itu tidak
segera diatasi”, kata Ina, dalam diskusi “Penyebab Krisis Nilai Tukar
dan Dampaknya Terhadap Ekonomi Nasional”, di Jakarta.
Dampak pembiaran nilai tukar Rupiah yang dimaksudkan,
yakni akan menurunnya daya beli, meningkatnya kemiskinan, industri akan
mengalami kebangkrutan yang disusul dengan meningkatnya PHK, dan
terjebaknya Indonesia pada Middle Income Trap.
“Dapatkah
paket kebijakan ekonomi menahan kondisi yang lebih buruk. Apalagi,
paket kebijakan ekonomi lebih tepat untuk jangka menengah dan jangka
panjang, dan bukan sekarang. Terlambat, karena digelontorkan saat sudah
terjadi turbulensi”, tegas Ina.
http://bisnis.liputan6.com/read/670621/pelemahan-rupiah-bisa-ubah-pola-konsumsi-masyarakat
http://www.infobanknews.com/2013/09/pembiaran-pelemahan-rupiah-gerus-daya-beli-masyarakat/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar