Dari tahun ke tahun,
Jakarta tidak pernah lolos dari musibah banjir. Setiap pemimpin Ibu Kota
ini memiliki cara tersendiri mengatasi masalah klise tersebut. Apa
perbedaan pengendalian banjir yang dilakukan di dua masa kepemimpin di
DKI Jakarta, yakni Joko Widodo (Jokowi)-Basuki Tjahja Purnama (Ahok) dan
Fauzi Bowo (Foke)-Prijanto?
Kepala Bidang Perawatan Sumber Daya Air Dinas Pekerjaan Umum DKI
Jakarta Djoko Soesetyo mengungkapkan, ada perbedaan signifikan di antara
keduanya. Jokowi, kata dia, lebih detail mengatasi banjir melalui
perawatan sungai, waduk, saluran.
"Kalau dulu, kali, sungai, waduk, ngeruk-nya pakai tenaga
manusia. Makanya, butuh waktu lama. Kalau saat ini, pengerukan lebih
banyak menggunakan alat-alat berat sehingga waktu yang dibutuhkan cukup
cepat," ujar Djoko saat menemani Jokowi blusukan di Cakung Drain, Jakarta Utara.
Namun, pengerukan dengan menggunakan alat berat, kata Djoko, membuat
mekanisme bertambah. Pertama, perlu ada pengadaan alat berat lantaran
jumlah alat berat yang dimiliki Pemerintah Provinsi DKI Jakarta masih
sedikit. Untuk itu, dalam APDB 2014 sudah dimasukkan pos anggaran
pengadaan alat berat. Kedua, perlu waktu untuk implementasi pengerukan
lantaran harus menggandeng perusahaan yang biasa mengoperasionalkan alat
berat.
"Kita cuma punya enam unit alat berat, untungnya tahun depan mau
ditambah karena perawatan (kali, waduk) ke depan dilakukan setiap hari.
Makanya, kita gandeng perusahaan. Tapi, prosesnya lama karena harus
melalui tender dulu, padahal kita butuh cepat," katanya.
Lebih rajin
Pengamat tata kota, Yayat Supriatna, juga menilai positif kinerja
Jokowi-Ahok dalam mengatasi banjir. Meski baru sekitar setahun menjabat,
upaya Jokowi mengatasi banjir dianggapnya lebih nyata ketimbang Foke,
baik dari cara struktural maupun non-struktural.
Melalui cara struktural, Jokowi dinilai lebih rajin sowan
kepada pemerintah pusat, dalam hal ini Kementerian Pekerjaan Umum. Tidak
hanya itu, Jokowi juga aktif melakukan komunikasi dengan pemerintah
kota di sekitar Jakarta. Jokowi juga lebih rajin mencari cara mengatasi
banjir dengan bekerja sama dengan instansi negara.
"Tapi, memang pemerintah pusatnya yang saat ini belum terlalu aktif
turun tangan menjalankan tugasnya. Tapi, dengan Jokowi rajin ke pusat,
ia tahu jadwal pekerjaan Kemen PU. Kan dengan gitu Jokowi jadi mudah melakukan pemetaan kerja," ujar Yayat.
Adapun cara non-struktural, lanjut Yayat, Jokowi jauh lebih canggih ketimbang Foke. Jokowi lebih memberdayakan stakeholder di Ibu Kota, mulai dari perusahaan untuk dana corporate social responsibility
(CSR), memberdayakan masyarakat di lingkungan, menggandeng musisi,
seniman untuk kampanye lingkungan bersih. Bahkan, kata dia, sampai hal
kecil, tetapi diyakini berimbas signifikan, misalnya membuat sumur
resapan dalam di jalan-jalan.
"Ini tidak dilakukan oleh pendahulu. Sebelumnya lebih mengandalkan
anggaran Pemda atau pinjaman asing. Tapi, bahayanya, pas tidak ada dana,
mentok, ya tidak melakukan apa-apa. Padahal, banjir itu kan
penanganannya butuh waktu cepat dan sigap," kata Yayat.
Target meleset
Hingga saat ini, Pemprov DKI Jakarta terus menormalisasi 13 sungai,
12 waduk, dan 884 saluran penghubung di Ibu Kota. Namun, Jokowi
memastikan normalisasi tidak selesai sesuai target awal pada Desember
2013. "Ada 12 waduk. (Sampai saat ini) paling baru selesai sekitar 20
persen," ujar Jokowi.
Jokowi menampik Dinas Pekerjaan Umum DKI tak bekerja dengan baik.
Menurutnya, telatnya pengesahan APBD berimbas kepada telatnya pengerjaan
sejumlah proyek.
Tidak hanya itu, banyaknya penduduk di bantaran waduk juga menjadi
penghambat normalisasi. Selain itu, padatnya permukiman warga
mengakibatkan alat berat tidak bisa masuk ke dalam waduk itu. Di sisi
lain, untuk merelokasi warga bantaran, Pemprov DKI diketahui kekurangan
rusun. Alhasil, normalisasi tak sesuai dengan harapan.
Situasi tersebut, lanjut Jokowi, sangat disayangkan. Pasalnya, 12
waduk tersebut kondisinya sangat memprihatinkan. Puluhan tahun tidak
pernah dinormalisasi, penuh sampah, ditutup tanaman eceng gondok, dan
bantarannya dikuasai permukiman penduduk.
"Kita akuilah. Kita ngomong apa adanya. Ngeruk Waduk Pluit aja belum tentu rampung, apalagi banyak, butuh waktu," lanjutnya.
Meski demikian, Jokowi memastikan normalisasi waduk akan menjadi
program prioritas Pemprov Jakarta dalam APBD 2014. Tahun ini, kata
Jokowi, boleh meleset. Tahun depan, ia yakin target menormalisasi waduk
dengan kedalaman tertentu dapat tercapai.
http://megapolitan.kompas.com/read/2013/11/20/0804066/Atasi.Banjir.Apa.Bedanya.Foke.dengan.Jokowi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar