1.
Kasus atas
laporan Keuangan PT. Muzatek, PT Luhur Artha Kencana dan Apartemen Nuansa
Hijau.
Kasus
pelanggaran Standar Profesional Akuntan Publik kembali muncul. Menteri Keuangan
pun memberi sanksi pembekuan. Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati
membekukan izin Akuntan Publik (AP) Drs. Petrus Mitra Winata dari Kantor
Akuntan Publik (KAP) Drs. Mitra Winata dan Rekan selama dua tahun, terhitung
sejak 15 Maret 2007. Kepala Biro Hubungan Masyarakat Departemen Keuangan
Samsuar Said dalam siaran pers yang diterima Hukumonline, Selasa (27/3),
menjelaskan sanksi pembekuan izin diberikan karena akuntan publik tersebut
melakukan pelanggaran terhadap Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP).
Pelanggaran itu berkaitan dengan pelaksanaan audit atas Laporan Keuangan PT
Muzatek Jaya tahun buku berakhir 31 Desember 2004 yang dilakukan oleh Petrus.
Selain itu, Petrus juga telah melakukan pelanggaran atas pembatasan penugasan
audit umum dengan melakukan audit umum atas laporan keuangan PT Muzatek Jaya,
PT Luhur Artha Kencana dan Apartemen Nuansa Hijau sejak tahun buku 2001 sampai
dengan 2004.
2.
WorldCom
Perusahaan telekomunikasi terbesar kedua di
Amerika Serikat, mengakui telah Melakukan
skandal akuntansi yang menyebabkan perdagangan
sahamnya di bursa NASDAQ terhenti. Beberapa
minggu kemudian, WorldCom menyatakan diri bangkrut. Perusahaan
telah memberi gambaran yang salah tentang kinerja perusahaan dengan cara
memalsukan milyaran bisnis rutin sebagai belanja modal,
sehingga labanya overstated sebesar $11 milyar pada awal
2002. Perusahaan juga meminjamkan uang lebih dari $400 juta kepada Chief
Executive Officer, Bernard Ebbers, untuk menutupi
kerugian perdagangan pribadinya. Ironisnya meski
di dakwa telah melakukan pemalsuan,
konspirasi dan laporan keuangan yang salah,
mantan CEO WorldCom tersebut mengaku tidak
bersalah (Mehta, 2003; Klayman, 2004; Reuters, 2004).
3.
Enron Corp
Perusahaan terbesar ke tujuh di AS yang
bergerak di bidang industri energi, para manajernya
memanipulasi angka yang menjadi dasar untuk memperoleh
kompensasi moneter yang besar. Praktik kecurangan yang dilakukan
antara lain yaitu di Divisi Pelayanan Energi, para
eksekutif melebih-lebihkan nilai kontrak yang dihasilkan
dari estimasi internal. Pada proyek
perdagangan luar negerinya misal di India
dan Brasil, para eksekutif membukukan laba
yang mencurigakan. Strategi yang salah, investasi
yang buruk dan pengendalian keuangan yang
lemah menimbulkan ketimpangan neraca yang
sangat besar dan harga saham yang dilebih-lebihkan.
Akibatnya ribuan orang kehilangan pekerjaan dan
kerugian pasar milyaran dollar pada nilai pasar (Schwartz, 2001; Mclean, 2001).
Kasus ini diperparah dengan praktik
akuntansi yang meragukan dan tidak independennya
audit yang dilakukan oleh Kantor Akuntan
Publik (KAP) Arthur Andersen terhadap Enron.
Arthur Anderson, yang sebelumnya merupakan salah
satu “The big six” tidak hanya melakukan memanipulasi
laporan keuangan Enron tetapi juga telah melakukan
tindakan yang tidak etis dengan menghancurkan
dokumen-dokumen penting yang berkaitan dengan
kasus Enron. Independensi sebagai auditor
terpengaruh dengan banyaknya mantan pejabat
dan senior KAP Arthur Andersen yang bekerja dalam department
akuntansi Enron Corp. Baik Enron maupun Anderson, dua
raksasa industri di bidangnya, sama-sama
kolaps dan menorehkan sejarah kelam dalam praktik akuntansi.
4.
Skandal
Manipulasi Laporan Keuangan PT. Kimia Farma Tbk.
PT Kimia Farma adalah salah satu produsen obat-obatan
milik pemerintah di Indonesia. Pada audit tanggal 31 Desember 2001, manajemen
Kimia Farma melaporkan adanya laba bersih sebesar Rp 132 milyar, dan laporan
tersebut di audit oleh Hans Tuanakotta & Mustofa (HTM). Akan tetapi,
Kementerian BUMN dan Bapepam menilai bahwa laba bersih tersebut terlalu besar
dan mengandung unsur rekayasa. Setelah dilakukan audit ulang, pada 3 Oktober
2002 laporan keuangan Kimia Farma 2001 disajikan kembali (restated),
karena telah ditemukan kesalahan yang cukup mendasar. Pada laporan keuangan
yang baru, keuntungan yang disajikan hanya sebesar Rp 99,56 miliar, atau lebih
rendah sebesar Rp 32,6 milyar, atau 24,7% dari laba awal yang dilaporkan.
Kesalahan itu timbul pada unit Industri Bahan Baku yaitu kesalahan berupa overstated penjualan sebesar Rp 2,7 miliar, pada unit
Logistik Sentral berupa overstated persediaan barang
sebesar Rp 23,9 miliar, pada unit Pedagang Besar Farmasi berupa overstated persediaan sebesar Rp 8,1 miliar dan overstated penjualan sebesar Rp 10,7 miliar.
5.
Indonesia
Kasus
skandal akuntansi bukanlah hal yang baru. Salah satu kasus yang ramai diberitakan adalah
keterlibatan 10 KAP di Indonesia dalam
praktik kecurangan Keuangan. KAP-KAP tersebut
ditunjuk untuk mengaudit 37 bank
sebelum terjadinya krisis keuangan pada tahun
1997. Hasil audit mengungkapkan bahwa laporan Keuangan
bank-bank tersebut sehat. Saat krisis menerpa Indonesia,
bank-bank tersebut kolaps karena kinerja keuangannya sangat buruk. Ternyata
baru terungkap dalam investigasi yang dilakukan pemerintah bahwa
KAP-KAP tersebut terlibat dalam praktik
kecurangan akuntansi. 10 KAP yang dituduh melakukan
praktik kecurangan akuntansi adalah
a.
Hans Tuanakotta
and Mustofa (Deloitte Touche Tohmatsu's
affiliate),
b.
Johan Malonda
and Partners (NEXIA International's affiliate),
c.
Hendrawinata
and Partners (Grant Thornton International's
affiliate),
d.
Prasetyo Utomo
and Partners (Arthur Andersen's affiliate),
e.
RB Tanubrataand
Partners,
f.
Salaki and Salaki,
g.
Andi Iskandar and Partners,
h.
Hadi Sutanto (menyatakan tidak
bersalah),
i.
S. Darmawan and
Partners,
j.
Robert Yogi and
Partners.
Pemerintah pada
waktu itu hanya melakukan teguran tetapi
tidak ada sanksi. Satu-satunya badan yang
berhak untuk menjatuhkan sanksi adalah
BP2AP (Badan Peradilan Profesi Akuntan Publik) yaitu lembaga
non pemerintah yang dibentuk oleh Ikatan Akuntan Indonesa
(IAI). Setelah melalui investigasi BP2AP
menjatuhkan sanksi terhadap KAP-KAP tersebut, akan tetapi sanksi yang
dijatuhkan terlalu ringan yaitu BP2AP hanya melarang 3
KAP melakukan audit terhadap klien dari
bank-bank, sementara 7 KAP yang lain bebas (Suryana, 2002).
Referensi:
http://ellanardkeynes.blogspot.com/2013/01/fraud-atau-kecurangan-dalam-akuntansi.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar